Bagian dari Hijab


-BAGAIMANA HATI AKAN DAPAT DISINARI SEDANGKAN GAMBAR-GAMBAR ALAM MAYA MELEKAT PADA CERMINNYA,
-ATAU BAGAIMANA MUNGKIN  BERJALAN KEPADA ALLAH S.W.T SEDANGKAN DIA MASIH DIBELENGGU OLEH SYAHWATNYA,
-ATAU BAGAIMANA AKAN MASUK KE HADRAT ALLAH S.W.T SEDANGKAN DIA MASIH BELUM SUCI DARI JUNUB KELALAIANNYA,
-ATAU BAGAIMANA MENGHARAP UNTUK MENGERTI RAHASIA-RAHASIA YANG HALUS SEDANGKAN DIA BELUM TAUBAT DARI DOSANYA (KELALAIAN, KEKELIRUAN DAN KESALAHAN).
Diri manusia  tersusun daripada anasir tanah, air, api dan angin. Ia juga diresapi oleh unsur-unsur alam seperti tumbuh-tumbuhan, haiwan, syaitan dan malaikat. Tiap-tiap anasir dan unsur itu menarik hati kepada diri masing-masing. Tarik menarik itu akan menimbulkan kekacauan di dalam hati. Kekacauan itu pula menyebabkan hati menjadi keruh. Hati yang keruh tidak dapat menerima sinaran nur yang melahirkan iman dan tauhid.
Mengobati kekacauan hati adalah penting untuk membukakannya bagi menerima maklumat dari Alam Malakut. Hati yang kacau itu boleh distabilkan dengan cara menundukkan semua anasir dan unsur tadi kepada syariat. Syariat menjadi tali yang dapat mengikat musuh-musuh yang menawan hati. Penting bagi seorang murid yang menjalani jalan kerohanian menjadikan syariat sebagai payung yang mengharmonikan perjalanan anasir-anasir dan daya-daya yang menyerap ke dalam diri agar cermin hatinya bebas daripada gambar-gambar alam maya. Bila cermin hati sudah bebas daripada gambar-gambar dan tarikan tersebut, hati jauh lebih mudah menghadap ke Hadrat Ilahi.
Selain tarikan benda-benda alam, hati boleh juga tunduk kepada syahwat. Syahwat bukan saja rangsangan hawa nafsu yang rendah. Semua bentuk kehendak diri sendiri yang berlawanan dengan kehendak Allah s.w.t adalah syahwat. Kerja syahwat adalah mengajak manusia supaya lari dari hukum dan peraturan Allah s.w.t serta membangkang takdir Ilahi. Syahwat membuat manusia tidak ridha dengan keputusan Allah s.w.t. Seseorang yang ingin menuju Allah s.w.t perlulah melepaskan dirinya dari belenggu syahwat dan kehendak diri sendiri, lalu masuk ke dalam benteng aslim yaitu berserah diri kepada Allah s.w.t dan ridha dengan takdir-Nya.
Perkara kelalaian ini kalau boleh diistilahkan adalah sebagai junub batin. Orang yang berjunub adalah tidak suci dan dilarang melakukan ibadat atau memasuki masjid. Orang yang berjunub batin sama bermakna yang menghambat untuk memasuki Hadrat Ilahi. Orang yang di dalam junub batin yaitu lalai hati, kedudukannya seperti orang yang berjunub zahir, di mana amal ibadatnya tidak diterima. Allah s.w.t mengancam untuk mencampakkan orang yang bersembahyang dengan lalai (dalam keadaan berjunub batin)  ke dalam neraka wil. Begitu hebat sekali ancaman Allah s.w.t kepada orang yang menghadap-Nya dengan hati yang lalai.
Mengapa begitu hebat sekali ancaman Allah s.w.t kepada orang yang lalai? Bayangkan hati itu berupa dan berbentuk seperti rupa dan bentuk kita yang zahir.  Hati yang khusyuk adalah umpama orang yang menghadap Allah s.w.t dengan mukanya, duduk dengan tertib, bercakap dengan sopan santun dan tidak berani mengangkat kepala di hadapan Maharaja Yang Maha Agung. Hati yang lalai pula adalah umpama orang yang menghadap dengan belakangnya, duduk secara biadab, bertutur kata tidak tentu ujung pangkal dan kelakuannya sangat tidak bersopan. Perbuatan demikian adalah satu penghinaan terhadap martabat ketuhanan Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Jika raja didunia murka dengan perbuatan demikian maka Raja kepada sekalian raja-raja lebih berhak melemparkan kemurkaan-Nya kepada hamba yang biadab itu dan layaklah jika si hamba yang demikian dicampakkan ke dalam neraka wil. Hanya hamba yang khusyuk, yang tahu bersopan santun di hadapan Tuhannya dan mengagungkan Tuhannya yang layak masuk ke Hadrat-Nya, sementara hamba yang lalai, tidak tahu bersopan santun tidak layak mendekati-Nya.
Persoalan dosa-dosa yang belum ditebus dengan taubat. Ia menghalang seseorang daripada memahami rahasia-rahasia yang halus-halus. Pintu kepada Perbendaharaan Allah s.w.t yang tersembunyi adalah taubat ! Orang yang telah menyuci-bersihkan hatinya hanya mampu berdiri di luar pintu Rahasia Allah s.w.t selagi dia belum bertaubat, samalah seperti orang yang mati syahid yang belum menjelaskan hutangnya terpaksa menunggu di luar syurga. Jika dia ingin masuk ke dalam Perbendaharaan Allah s.w.t yang tersembunyi yang mengandung rahasia yang halus-halus wajiblah bertaubat.
Taubat itu sendiri merupakan rahasia yang halus. Orang yang tidak memahami rahasia taubat tidak akan mengerti mengapa Rasulullah s.a.w yang tidak pernah melakukan dosa masih juga memohon keampunan sedangkan sekalipun baginda s.a.w  berdosa semuanya diampunkan Allah s.w.t. Adakah Rasulullah s.a.w tidak yakin bahwa Allah s.w.t mengampunkan semua dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan baginda s.a.w (jika ada)?
Maksud taubat ialah kembali, yaitu kembali kepada Allah s.w.t. Orang yang melakukan dosa tercampak jauh daripada Allah s.w.t. Walaupun orang ini sudah berhenti melakukan dosa malah dia sudah melakukan amal ibadat dengan banyaknya namun, tanpa taubat dia tetap tinggal berjauhan dari Allah s.w.t. Dia telah masuk ke dalam golongan hamba yang melakukan amal salih tetapi yang berjauhan bukan berdekatan dengan Allah s.w.t. Taubat yang lebih halus ialah pengayatan kalimat :
Kami datang dari Allah s.w.t dan kepada Allah s.w.t kami kembali.
Segala sesuatu datangnya dari Allah s.w.t, baik kehendak inginpun perbuatan kita. Sumber yang mendatangkan segala sesuatu adalah Uluhiyah (Tuhan) dan yang menerimanya adalah ubudiyah (hamba). Apa saja yang dari Uluhiyah adalah sempurna dan apa saja yang terbit dari ubudiyah adalah tidak sempurna. Uluhiyah membekalkan kesempurnaan tetapi ubudiyah tidak dapat melaksanakan kesempurnaan itu. Jadi, ubudiyah berkewajipan mengembalikan kesempurnaan itu kepada Uluhiyah dengan memohon keampunan dan bertaubat sebagai menampung kecacatan. Segala urusan dikembalikan kepada Allah s.w.t. Semakin tinggi makrifat seseorang hamba semakin kuat ubudiyahnya dan semakin kerap dia memohon keampunan dari Allah s.w.t, mengembalikan setiap urusan kepada Allah s.w.t, sumber datangnya segala urusan.
Apabila hamba mengembalikan urusannya kepada Allah s.w.t maka Allah s.w.t sendiri yang akan mengajarkan Ilmu-Nya yang halus-halus agar kehendak hamba itu sesuai dengan Iradat Allah s.w.t, kuasa hamba sesuai dengan Kudrat Allah s.w.t, hidup hamba sesuai dengan Hayat Allah s.w.t dan pengetahuan hamba sesuai dengan Ilmu Allah s.w.t, dengan itu jadilah hamba mendengar karena Sama’ Allah s.w.t, melihat karena Basar Allah s.w.t dan berkata-kata karena Kalam Allah s.w.t. Apabila semuanya berkumpul pada seorang hamba maka jadilah hamba itu Insan Sirullah (Rahasia Allah s.w.t).
 Semoga bermanfa’at. Amin.
Share on Google Plus

About Rahman Elharawy

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar